Headlines News :
Home » » Membaca Ayat Situ Gintung

Membaca Ayat Situ Gintung

Written By Unknown on Kamis, 02 April 2009 | 22.13

Oleh ARIYANTO

Bagaimana suasana tengah malam di Situ Gintung pasca jebolnya tanggul yang menewaskan 100 orang dan puluhan orang hilang? Pada hari ketujuh setelah ’’tsunami’’ Situ Gintung, saya datang ke lokasi bencana. Bukan untuk menjadi wisatawan, melainkan membaca sekaligus mentadaburi ayat-ayat Situ Gintung.
Saya tiba di lokasi bencana, Desa Cirendeu, Kec. Ciputat, Kota Tangerang Selatan, Banten, pukul 02.25. Setelah memarkir mobil di posko Polda yang berada di belakang kampus STIE Ahmad Dahlan, saya berjalan kaki menuju belakang Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ), titik paling parah akibat hempasan air Situ.
Suasana sunyi senyap. Tidak terlihat lagi wisatawan bencana seperti pada hari kedua, ketiga, keempat, dan kelima pascabencana. Yang ada hanya suara derik jangkrik, gemericik air, dan desir angin.
Awan gelap menggelayut seperti mau hujan. Dinihari itu udara sangat dingin, sedikit berkabut, dan lembab. Menusuk ke tulang. Ketika melangkahkan kaki di tanah becek menuju jembatan yang baru dibangun, aroma tak sedap menyembul. Baunya bercampur baur jadi satu. Seperti campuran antara sampah basah yang beberapa hari belum diangkat, ditambah bau jok dan karpet mobil yang habis kehujanan, lalu ditutup rapat. Ditambah lagi bau besi, seng, atau paku berkarat. Mungkin pula jenazah puluhan korban Situ Gintung yang belum diketemukan hingga hari ketujuh. Aromanya sangat menusuk hidung, lalu ke perut.
Membayangkan saat air bah menghantam sekitar 300 rumah penduduk malam itu memang bikin merinding. Air tumpah dari waduk tua buatan 1930 di saat kebanyakan tidur lelap. Lalu melumat apa saja yang dilewatinya (kecuali Masjid Jabalurrahmah), lalu sampai di titik lokasi itu, menabrak kampus UMJ, lalu belok ke kanan, menyapu di sayap kanan kuburan, dengan ketinggian air lebih dari 3 meter. Sungguh menyeramkan.
Inilah ayat atau tanda alam Situ Gintung yang harus dibaca dan ditadaburi. Bukan dibaca dengan bibir. Bukan pula dibaca dengan suara merdu disertai lagu qiroati. Tapi, dibaca dengan hati dan perilaku terpuji. Membaca kedahsyatan air bah Situ Gintung membuat hati ini serasa bergetar. Betapa kita semua abai terhadap ayat-ayat kauniyah atau ayat-ayat alam, sehingga air sebanyak 1,5 juta meter kubik itu menghantam rumah di sepanjang aliran situ.
Tak acuh terhadap tanggul buatan Belanda yang sudah renta itu dan abai terhadap kebocoran di dasar tanggul. Tidak melakukan renovasi. Tidak memperbaiki konstruksi tanggul yang lemah. Dan, membiarkan menjamurnya permukiman yang berdiri di atas situ dan di sepanjang aliran situ yang bisa merusak kontur tanah. Karena kita cuek, waduk sedalam 25 meter itu pun murka. Air yang tunduk kepada hukum Tuhan (sunnatullah) pun hanya bisa taat kepada Sang Pencipta. Air memasuki celah-celah kecil, menjebol tanggul yang sudah keropos, dan melibas rumah di depannya yang lokasinya lebih rendah.
Mau menyalahkan debit air yang melebihi kapasitas karena curah hujan tinggi beberapa hari sebelum tragedi? Mau mengatakan Tuhan tidak adil karena telah membunuh sebagian orang-orang tak berdosa? Enak saja. Itu salah kita semua, khususnya Negara yang tidak mau membaca ayat Situ Gintung. Tidak merespons cepat pengaduan warga bahwa tanggul itu sudah retak dan bocor. Tidak segera memperbaiki tanggul yang sudah berusia sekitar 79 tahun.
Bukankah Tuhan telah berfirman di dalam Surat Ar-Ruum ayat 41: ’’Dzoharol fasaadu fil barri wal bahri bimaa kasabat aidninnas. Liyudziqohum ba’dholladzi ’amiluu la’allahum yarsyudun’’ (Telah nampak kerusakan di darat dan di laut akibat ulah tangan-tangan manusia supaya Tuhan merasakan kepada mereka akibat perbuatan mereka agar mereka kembali ke jalan yang lurus).
Jadi, jangan pernah berburuk sangka atau su’udzon kepada Tuhan. Sebab, segala kebaikan yang datang kepada kita itu datangnya dari Tuhan. Sebaliknya, segala keburukan, malapetaka, atau bencana itu datang dari diri kita sendiri. ’’Maa ashoobaka min hasanatin faminallah, wa maa ashoobaka min sayyiatin faminafsik’’ (QS An Nisa: 79).
Jadi, lebih baik masing-masing kita introspeksi terhadap diri sendiri. Pemerintah, khususnya Departemen Pekerjaan Umum, sudahkah melaksanakan perintah Tuhan dengan senantiasa merawat situ? Masyarakat, sudahkah mematuhi aturan Tuhan dengan tidak tinggal di daerah terlarang sehingga membahayakan dirinya sendiri? Sudah pulakah kita menghentikan perbuatan orang-orang zalim yang telah melakukan pembiaran terhadap situ tidak tanggap terhadap ayat-ayat alam?
Muhammad SAW bersabda: ’’Perumpamaan orang yang menjaga batas-batas hukum yang ditetapkan Allah dan orang yang terjerumus ke dalamnya adalah seperti suatu kaum yang menumpang sebuah kapal. Sebagian ada yang di sebelah atas, yang lain di bawah. Kemudian yang berada di bawah, apabila ingin minum melintasi orang-orang yang ada di atas mereka. Maka mereka (yang di bawah ini) berkata: ‘Kalau kita lubangi bagian kita di dasar (kapal) ini, tentulah kita tidak akan mengganggu orang-orang yang di atas kita.’
Maka seandainya orang-orang yang di atas membiarkan orang-orang yang di bawah melakukan apa yang mereka inginkan, niscaya mereka akan binasa (tenggelam) semuanya. Namun kalau mereka (yang di atas) menahan (mencegah) orang-orang yang berada di bawah mereka, maka mereka selamat dan selamatlah semuanya.’’ (Shahih, HR. Al-Bukhari dan Muslim dari An-Nu’man bin Basyir radhiallahu 'anhu).
Dalam hadits ini menegaskan kepada kita bahwa bahaya yang terjadi kalau inkarul munkar (mencegah kemungkaran) ditinggalkan tidak hanya menimpa pelakunya, melainkan seluruh kelompok masyarakat yang diam terhadap kemungkaran tersebut.
Tuhan mengingatkan kita di dalam Surat Al-Anfal: 25 bahwa azab-Nya tidak hanya menimpa orang yang zalim di antara kamu, tapi juga orang-orang yang baik. ’’Wattaqulloha laa tushibannalladzina dzolamuu minkum khooshoh. Wa’lamuu annalloha syadiidul ’iqoob’’.
Karena itu, marilah kita bersama-sama mengaji. Membaca dan mentadabburi ayat-ayat Situ Gintung, sehingga kejadian serupa tidak terjadi lagi dan saling lempar tanggung jawab. Baca, baca, dan baca ayat-ayat alam di sekitar kita dengan seksama.
Share this article :

1 komentar:

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Proudly powered by Blogger
Copyright © 2011. Catatan Pinggiran - All Rights Reserved
Template Design by Creating Website Published by Mas Template