Headlines News :
Home » » Ketika Meneg Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Stop TKI Bermasalah

Ketika Meneg Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Stop TKI Bermasalah

Written By Unknown on Minggu, 29 Agustus 2010 | 17.22

Oleh
ARIYANTO


Sidak dan Tingkatkan SDM Satgas TKI Bermasalah


Berbagai kasus tenaga kerja Indonesia (TKI) bermasalah hanyalah muara dari berbagai permasalahan penyiapan, pengiriman, dan perlindungan TKI yang 80–90 persen terjadi di dalam negeri. Jika permasalahan di dalam negeri ini tidak dibenahi, maka TKI bermasalah akan terus terjadi.
Untuk membenahi persoalan ini, Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Meneg PP-PA) Linda Amalia Sari SIP terbang ke Kota Tarakan dan Kabupaten Nunukan, Kalimantan Timur. Di dua pintu masuk TKI ini, Linda sidak di Pelabuhan Tunon Taka, Nunukan, dan meningkatkan kapasitas SDM Satuan Tugas Penanganan TKI Bermasalah.
Linda tiba di pelabuhan ini masih pagi, (22/8). Linda didampingi
Deputi III Perlindungan Perempuan Drs Safruddin Setia Budi Mhum, staf khusus menteri Pinky Saptandari, Wakil Bupati Nunukan Kasmir Foret, Kepala Imigrasi Nunukan Andi Roja, serta pejabat lainnya.
Linda menyempatkan berdialog dengan beberapa TKI dan petugas imigrasi, serta melihat sejauh mana pelayanan kepada TKI. Menteri juga mengecek paspor beberapa calon TKI untuk memastikan bahwa dokumennya sudah lengkap.
’’Boleh lihat paspornya?’’ tanya Linda. Tiga pria asal Maumere yang terlihat berwajah masih anak-anak menunjukkan paspornya. Setelah membolak-balik paspor mereka, Linda kemudian berpesan agar calon TKI punya dokumen-dokumen asli dan lengkap serta punya keterampilan. ’’Jangan sampai nanti setelah sampai di negara tujuan kita menuai banyak masalah,’’ nasihat Linda.
’’Kita sudah tiga hari Bu Menteri nunggu di sini. Baru hari ini kita bisa berangkat,’’ kata salah seorang dari mereka.
Selanjutnya, kepada Wakil Bupati Nunukan dan Kepala Imigrasi Nunukan, Linda meminta agar jangan sampai ada pelayanan kurang memuaskan dan terjadi pemalsuan dokumen. Apalagi sampai terjadi tindak pidana perdagangan orang (trafficking).
’’Saya mendengar di Nunukan ini, terdapat beberapa pintu yang bisa dilalui TKI ilegal di antaranya Sebatik, Nunukan, Krayan, dan Kecamatan Lumbis. Tolong pak ya ini diantisipasi,’’ pinta Linda kepada Wakil Bupati Nunukan.
Diakui Bupati Nunukan, tidak sedikit TKI ilegal yang masuk melalui pintu Nunukan. Mereka tidak hanya seorang diri. Rata-rata membawa istri dan anak. Sementara, di Malaysia tak memperbolehkan TKI membawa keluarganya, apalagi tak dilengkapi dokumen sehingga dianggap pendatang haram. Akibatnya, banyak permasalahan yang timbul dan dialami TKI, seperti tidak bisa menyekolahkan anak, biaya besar, lokasi jauh dari tempat belajar dan permasalahan lainnya.
Usai sidak di Pelabuhan Tunon Taka, Linda memberikan bekal untuk peningkatan kapasitas sumber daya manusia Satgas Penanganan TKI Bermasalah di Daerah Embarkasi/Debarkasi Nunukan.
Linda mengatakan, meskipun satgas sudah terbentuk sejak lama dan berhasil melaksanakan tugasnya, untuk mengantisipasi kejadian pendeportasian secara besar-besaran seperti di masa lalu, keberadaan satgas dan peningkatan kapabilitasnya tetap perlu ditingkatkan. ’’Karena itu, KPP-PA pada kesempatan ini, akan melakukan satu kegiatan pelatihan peningkatan kapabilitas bagi satgas PTKIB selama 2 hari di Kabupaten Nunukan,’’ kata Linda.

TKI Masih Memprihatinkan

Meskipun telah dilakukan melalui berbagai perbaikan baik dari segi kebijakan maupun layanannya, kasus-kasus TKI masih berlangsung. Harus diakui bahwa sempitnya lapangan kerja di dalam negeri menyebabkan jumlah TKI terus meningkat.
Menurut Kementerian Luar Negeri, pada Januari 2010, jumlah TKI yang bekerja di luar negeri 2.146.000 orang. Sedangkan yang tidak lapor (baik legal maupun ilegal) diperkirakan tiga kali lipat jumlah resmi, yaitu sekitar 6 juta TKI.
Negara tujuan TKI yaitu Asia Pasifik dan Timur Tengah. Malaysia merupakan salah satu negara favorit. Sebab, Malaysia memiliki kesamaan budaya dan bahasa. Bahkan dapat ditempuh melalui darat, laut maupun udara.
TKI yang bekerja ke luar negeri lebih dominan di bidang-bidang kasar, sektor domestik, serta dari kalangan bawah, pendidikan dan keterampilan rendah dan sebagainya. Inilah yang menyebabkan mereka sering dilanggar hak-haknya dan mengalami berbagai kasus, baik fisik, psikis, seksual, diperdagangkan, serta permasalahan-permasalahan lain terkait dengan hubungan kerja. Permasalahan-permasalahan yang dialami TKI tersebut sering berujung pada pendeportasian. Padahal, masalah deportasi akan menimbulkan dampak yang luas baik bagi TKI dan keluarganya maupun bagi daerah debarkasi/embarkasi seperti Nunukan, Tanjung Perak (Surabaya), dan Entikong (Kalimantan Barat).
Kepada audiens, Linda menegaskan bahaw satgas di daerah punya tugas-tugas. Di antaranya, mengoordinasikan tugas sektor secara terpadu, mendata dan menginventarisasi identitas para TKI-Bermasalah, mempersiapkan tempat transit sementara, mempersiapkan pelayanan kesehatan, mempersiapkan permakanan, memprioritaskan pelayanan khusus kepada kaum perempuan dan anak, mengoordinasi pengangkutan dan debarkasi ke daerah asal, dan memelihara ketertiban dan keamanan para TKI-Bermasalah.
Usai pembekalan dari menteri, Deputi III Perlindungan Perempuan Drs Safruddin Setia Budi MHum meminta agar pemahaman dan komitmen para anggota satuan tugas TKI bermasalah, khususnya terhadap kebijakan-kebijakan yang telah dikeluarkan maupun implementasinya, perlu ditingkatkan dan diperkuat. Sehingga, dapat meningkatkan pelayanan, terutama saat di penampungan hingga pemulangannya ke kampung halaman.
Karena itu, kata Safruddin, peningkatan wawasan tentang kebijakan perlindungan perempuan, pemahaman gender, pemahaman kebijakan standar pelayanan minimal bidang layanan terpadu bagi perempuan dan anak korban kekerasan bagi para anggota satuan tugas TKI maupun mitra satgas TKI menjadi sangat penting. ’’Supaya ke depan kualitas layanan bagi TKI yang sedang mengalami permasalahannya makin bagus,’’ kata pria humoris ini.
’’Saya berharap, kita semua yang hadir di sini dapat segera bersinergi, baik sebagai anggota satgas atau bukan satgas seperti TP. PKK, Organisasi Masyarakat atau Lembaga Masyarakat, untuk menemukan solusi terbaik dalam rangka meningkatkan memberikan perlindungan yang optimal terhadap TKI Perempuan,’’ pungkas Safruddin. (*)

Uji Rasa Nasionalisme
Kesejahteraan yang lebih bagus di Malaysia sungguh menggiurkan. Pengaruh ekonomi dan kemajuan pembangunan di negeri jiran ini hampir tiap hari jadi konsumsi warga di Kabupaten Nunukan, Kalimantan Timur (Kaltim). Rasa nasionalisme warga perbatasan di utara Kaltim ini bisa goyah jika tidak dipupuk terus.
Usai sidak dan meningkatkan kapasitas Satgas Penanganan TKI Bermasalah, Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Linda Amalia Sari ini berkunjung ke Panti Asuhan Ruhama Jl Lapter. Mertua pebulu tangkis nasional Taufik Hidayat ini hendak menguji sejauhmana semangat nasionalisme anak-anak perbatasan. Linda melemparkan pertanyaan mudah di hadapan ratusan anak TKI yang rata-rata lahir dan besar di Malaysia. Pertanyaannya, siapa nama presiden dan wakil presiden? ’’Hayo siapa bisa menjawab,’’ tanya kepada anak-anak itu. ’’Saya Bu!’’ sahut salah seorang anak memberanikan diri maju dan berdiri.
’’Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan wakilnya Budiono (Boediono),’’ jawabnya disambut aplaus rombongan Kementerian PP-PA tersebut.
Mantan anggota DPR RI periode 2002-2007 ini langsung menyematkan pin bendera Merah Putih dan sedikit bingkisan kenang-kenangan.
Jujur diakui, anak TKI yang lahir di Malaysia awalnya sama sekali tak mengenal yang namanya lagu Indonesia Raya, nama presiden dan wakil presiden, dan sejarah Indonesia. Tapi, setelah mendapatkan pendidikan layak di Panti Asuhan Ruhama yang juga di bawah binaan DP Aisiyah Nunukan pimpinan Darwisa, kini mereka mengetahui banyak tentang Indonesia dan sejarahnya. Orangtua mereka, ada yang masih bekerja di Malaysia ada pula yang bekerja di Sebatik.
Karena itu, untuk memotivasi anak yatim piatu dan anak TKI di Yayasan Ruhama ini, Linda dengan lantang kembali mengajak anak-anak untuk menyerukan semangat nasionalisme.
’’Jika saya katakan siapa kita? Maka jawabannya In do ne sia...,’’ ucap Linda patah-patah. ’’Siapa kita?’’ tanya Linda mengulangi pertanyaannya yang kemudian disambut penghuni panti asuhan Ruhama dengan semangat, ’’In do ne sia’’.
Turut hadir dalam kesempatan itu, Wakil Bupati Nunukan Drs Kasmir Foret MM, Sekretaris Kabupaten Drs Zainuddin HZ, Kepala Imigrasi Nunukan Andi Roja, Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (FKPD, dulu Muspida, Red.) Nunukan, serta kepala SKPD di lingkungan Pemkab Nunukan. Termasuk Wakil Wali Kota (Wawali) Tarakan dan istri Ny.Jumilah Suhardjo juga mendampingi menteri Linda Amalia.
Setelah ke Yayasan Ruhama, Linda dan rombongan menuju Panti Asuhan MGR Gabriel. Di panti yang banyak dihuni anak-anak dari Indonesia timur seperti Papua dan NTT ini, Linda juga ingin memupuk rasa nasionalisme. Namun kali ini, Linda rupanya ’’kecolongan’’. Slogan ’’Siapa Kita?’’ telah dicuri panitia acara. Begitu Linda memasuki areal panti, pertanyaan ’’Siapa Kita’’ diulang berkali-kali oleh panitia dari dalam kelas melalui pengeras suara. ’’Siapa kita?’’ ’’In do ne sia,’’ jawab anak-anak terdengar jelas dari kejauhan.
Dalam kunjungan di MGR Gabriel ini, ditemukan fakta bahwa anak-anak panti masih belum memilik akta kelahiran. ’’Wah ini tidak boleh terjadi. Hak seorang anak untuk mendapatkan akta kelahiran secara gratis. Pemerintah daerah harus bertanggung jawab ini,’’ seru Linda. (*)

INDOPOS, 24 Agustus 2010
Share this article :

2 komentar:

  1. mas tulisanya q copy ke http://kotatarakan-ridhosinaro.blogspot.com/2010/09/sidak-dan-tingkatkan-sdm-satgas-tki.html

    BalasHapus
  2. Silakan saja mas, dengan senang hati.

    Salam, Ariyanto

    BalasHapus

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Proudly powered by Blogger
Copyright © 2011. Catatan Pinggiran - All Rights Reserved
Template Design by Creating Website Published by Mas Template