Headlines News :
Home » » Inflasi Lembaga, Penyebab Runyamnya Birokrasi dan Tarik Menarik

Inflasi Lembaga, Penyebab Runyamnya Birokrasi dan Tarik Menarik

Written By Unknown on Jumat, 01 Oktober 2010 | 13.40

Oleh ARIYANTO
Menpan-RB Bubarkan Lembaga Tak Efektif

Tubuh birokrasi di Indonesia cenderung ingin ’’menggemukkan’’ diri. Lembaga baru yang punya kemiripan fungsi terus bermunculan, sedangkan sebagian lembaga yang ada ingin memperbesar struktur organisasi dan membuka kantor perwakilan di daerah. Akibatnya, di Indonesia terjadi inflasi kelembagaan yang membuat birokrasi semrawut dan menghabiskan banyak anggaran. Karena itu, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kempan-RB) segera menertibkan lembaga-lembaga yang saling tumpang tindih dan tidak efektif.
’’Setidaknya ada tujuh lembaga yang dihapus. Apakah akan tambah lagi kita lihat hasil evaluasinya nanti,’’ kata Deputi Kelembagaan Kempan-RB Ismadi Ananda di Kantor Menpan-RB kemarin.
Ismadi menjelaskan, saat ini, di Indonesia ada 20 lembaga pemerintah nonkementerian (LPNK) dan 92 lembaga nonstruktural (LNS). ’’Setiap tahun, negara harus mengeluarkan sedikitnya Rp 7 triliun. Pengeluaran ini sungguh luar besar, padahal sebagian lembaga itu tidak efektif,’’ terang Ismadi.
LPNK merupakan lembaga lain selain kementerian. Fungsinya melaksanakan tugas-tugas yang belum dilaksanakan kementerian. Di antaranya, Lembaga Administrasi Negara (LAN), Badan Kepegawaian Negara (BKN), Badan Kependudukan Nasional dan Keluarga Berencana (BKKBN), dan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Dulu, LPNK di bawah presiden. Kini, dikoordinasikan oleh kementeriannya sendiri-sendiri. Misalnya, BKKBN di bawah koordinasi Kementerian Kesehatan dan BNP2TKI dikoordinasikan Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, dan Menpan-RB mengoordinasikan BKN, LAN, ANRI, dan BPKP.
Sedangkan Lembaga nonstruktural adalah lembaga lain yang diamanatkan UU. LNS ini belum tentu bekerja untuk pemerintah. Bahkan, ada yang justru mengawasi pemerintah. Seperti, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Pusat Pelaporan Transaksi Keuangan (PPATK). Lembaga ini ada karena pemerintah dianggap belum mampu mewadahi kepentingan itu. Kenapa lembaga ini banyak sekali?
Sebagian besar lembaga ini lahir dari tuntutan masyarakat atau LSM. Ketika terjadi banyak kekerasan terhadap perempuan dan anak, mereka mengusulkan dibentuk Komnas Perempuan dan Komisi Perlindungan Anak Indonesia. Kalau tugas pokok dan fungsi itu sudah dikerjakan pemerintah, lembaga itu tidak perlu ada. Sebab, sudah ada Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPP-PA) yang saat ini diakui sudah berjalan efektif.
Contoh lainnya adalah Komnas HAM. Kenapa ada? Bukankah sudah ada Kementerian Hukum dan HAM, bahkan ada direktorat jenderal perlindungan HAM-nya. ’’Inilah yang menyebabkan runyamnya birokrasi dan tarik menarik,’’ terang Ismadi.
Selama ini, pemerintah yang merumuskan kebijakan. Tapi di antara lembaga itu juga ada yang ingin berwenang membuat kebijakan. Ini tidak boleh terjadi lagi. Kalau memantau pelaksanaan boleh. Kalau ikut membuat kebijakan seperti Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), maka akan bertabrakan dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo). Jelas akan tarik menarik.
’’Karena itu, ke depan harus ada evaluasi. Sekarang ini, 34 kementerian hampir semua sudah ditentukan tupoksinya sampai eselon terendah. Hanya dua kementerian yang belum. Yaitu, Kementerian Pendidikan Nasional. Karena begitu menghapus ditjen penjamin mutu pendidikan dan diganti dengan Ditjen pendidikan anak usia dini, diprotes para guru. Mereka menuntut agar dihidupkan kembali. Padahal, itu sebenarnya tidak dihapus, melainkan dimasukkan ke ditjen yang ada. Kedua adalah Kementerian Kebudayaan Pariwisata. Jadi semua tugas Pak Menpan EE Mangindaan 98 persen selesai, plus BIN dan kepolisian,’’ jelas Ismadi.
Ismadi berharap, setiap membentuk UU mengenai pembentukan kelembagaan baru, Kempan-RB ingin dilibatkan. ’’Karena biasanya UU itu ada pesan sponsor. Nanti kalau dibentuk badan baru, berarti bicara man (SDM), money (anggaran), dan material (infrastruktur). Ini yang akan memberatkan anggaran,’’ tutur Ismadi. ’’Jadi, tolong dong, jangan mengamanatkan hal-hal yang tidak perlu. Selama ini kadang dilibatkan, tapi terkadang juga tidak,’’ lanjut dia.
Bagaimana dengan UU yang telanjur mengamanatkan pembentukan lembaga baru? Apakah Kempan-RB akan mengusulkan untuk uji materi? ’’Yang men-judicial review tentu bukan kami. Biarkan masyarakat yang mengajukan,’’ kata Ismadi.
Ismadi mengemukakan, waktu itu Kempan-RB ikut membahas tapi tidak berhasil. Tapi bukan berarti karena tidak mendukung terus lepas tangan. ’’Itu tidak boleh. Karena namanya keputusan itu ya bulat. Kalau sudah jadi UU ya harus diamankan. Tidak bisa kita mengatakan, saya dulu tidak ikut membahas, sekarang tidak bertanggung jawab,’’ tutur dia.
Sekarang, pihaknya fokus ke kelembagaan dan kementerian dan lembaga pemerintah nonkementerian (LPNK). Jika sudah selesai, ke Lembaga Pemerintah Nonstruktural (LPNS). ’’Memang inkonsistensi terus terang. DPR dan pemerintah sudah membatasi, tapi lahirlah lembaga baru yang lain. Seperti lahirnya Badan Penanggulangan Teroris. Padahal cukup serahkan saja ke Densus 88,’’ pungkas Ismadi.
Sementara itu, Menpan-RB EE Mangindaan mengatakan, memang banyak pekerjaan yang harus diselesaikan oleh kementerian ini. Saat menjabat Ketua Komisi II periode 2004-2009, Mangindaan sudah berbicara dengan Mensesneg dan Mendagri agar membuat organisasi yang tepat fungsi dan tepat ukuran (right function dan right sizing). ’’Ke dalam tidak boleh dikembangkan, keluar tidak perlu menambah lagi. Memang konsekuensinya orangnya mau dikemanakan?’’ ujar mantan Gubernur Sulawesi Utara ini.
Selain tidak membentuk lembaga baru, pria kelahiran Surakarta, Jawa Tengah, 5 Januari 1943, ini akan membubarkan lembaga yang dianggap tidak efisien dan tidak diperlukan. Pembubaran organisasi itu dalam rangka reformasi birokrasi di bidang organisasi. ’’Saat ini kami membuat telaah, ada lembaga-lembaga yang sudah tidak sesuai lagi, artinya tidak diperlukan lagi,’’ katanya.
Mangindaan menjelaskan, masih ada sejumlah organisasi yang belum tepat fungsi dan ukuran. Untuk itu, perlu dilakukan restrukturisasi atau penataan organisasi yang menjadi salah satu fokus dalam reformasi birokrasi.
Jika pembentukan organisasi baru ini berdasarkan undang-undang, maka undang-undang tersebut perlu diubah. ’’Ini dilakukan untuk memfungsikan kembali organisasi yang fungsinya tepat dan ukuran yang pas,’’ katanya saat menjelaskan Desain Besar Reformasi Birokrasi.
Ini Demi Reformasi Birokrasi
Terbitnya UU No. 39/2008 tentang Kementerian Negara dapat dijadikan acuan penataan kembali keseluruhan kelembagaan pemerintah, baik kementerian negara, lembaga pemerintah non kementerian (LPND), maupun instansi pemerintahan lain, termasuk lembaga non struktural (LNS).
Undang-undang ini, kata Menpan-RB, harus dijadikan acuan dalam menata kelembagaan instansi pemerintah. Dengan demikian, setiap kelembagaan harus selaras dan tidak bertabrakan dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-undang Kementerian Negara ini. ’’Sudah saatnya kita mewujudkan kelembagaan pemerintahan yang lebih proporsional, efisien dan efektif melalui langkah-langkah konkret reformasi birokrasi,’’ tandas Menpan-RB.
Diakuinya, akhir-akhir ini terjadi kecenderungan, dalam penyusunan undang-undang sektoral yang mengamanatkan pembentukan suatu kelembagaan baru., sehingga organisasi menjadi semakin tambun. ’’Sepanjang masih sesuai dengan arah reformasi kelembagaan pemerintah, tidak jadi masalah’’. Namun demikian, lanjut Menpan-RB, pengaturan kelembagaan dalam undang-undang sektoral sering kurang sinkron, dan dapat menimbulkan kesulitan dalam tahap implementasinya. (*)
INDOPOS, 29 September 2010
Share this article :

0 komentar:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Proudly powered by Blogger
Copyright © 2011. Catatan Pinggiran - All Rights Reserved
Template Design by Creating Website Published by Mas Template