Headlines News :
Home » » Hilangnya Etika Penyelenggara Negara

Hilangnya Etika Penyelenggara Negara

Written By Unknown on Minggu, 19 April 2009 | 17.58

Oleh
ARIYANTO

18-Apr-2009, 03:05:34 WIB - [www.kabarindonesia.com]

KabarIndonesia - Pada pemilu legislatif (pileg) yang digelar pada 9 April 2009 lalu, para menteri dan pejabat negara sibuk berkampanye. Tak hanya calon anggota legislatif yang akan menuju DPR, DPRD, atau DPD, tapi juga pemburu kursi R-1, walaupun pemilihan presiden masih beberapa bulan lagi setelah pileg. Tak jarang, kampanye itu dilakukan di luar jadwal kampanye terbuka yang dimulai sejak 16 Maret lalu hingga 6 April 2009, melainkan kampanye terselubung pada jam kerja. Fenomena ini sebenarnya sudah berlangsung sejak awal 2008. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sendiri seolah tak berdaya menghadapi hal ini, hingga SBY terpaksa membeberkan ’’aib’’ anak buahnya itu ke media. Melalui media, orang nomor satu di Indonesia ini meminta anggota Kabinet Indonesia Bersatu meningkatkan kinerja demi kesejahteraan rakyat sampai masa jabatannya sebagai menteri berakhir, bukan mengurusi kepentingan dirinya sendiri.

Kekhawatiran SBY akan terganggunya roda kabinet menjelang pemilu sangat beralasan. Pasalnya, dari 36 anggota kabinet, 18 orang di antaranya memiliki latar belakang partai politik sebagai pengurus parpol, ketua badan pemenangan pemilu, dan maju sebagai calon anggota legislatif. Mereka dari delapan partai pendukung pemerintah seperti Partai Demokrat, Partai Golkar, PKPI, PPP, PBB, PAN, dan PKS. Sebut saja Menteri Pemuda dan Olahraga Adhyaksa Dault, caleg dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dapil Sulawesi Tengah dan Menteri Negara Percepatan Desa Tertinggal, Lukman Edy dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), caleg DPR dapil Provinsi Riau. Bahkan, empat pembantu presiden di antaranya merupakan ketua umum parpol, yaitu Wapres Jusuf Kalla (Golkar), Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan Meutia Hatta (PKPI), Menteri Negara Koperasi dan UKM Suryadharma Ali (PPP), dan Menteri Kehutanan MS. Kaban. Satu di antaranya telah menyatakan diri maju sebagai capres dari PKPI, Meutia Hatta.

Namun, di tengah kekhawatiran itu, terasa ada yang janggal. Mengapa persoalan tersebut tidak diselesaikan secara internal saja dalam rapat-rapat kabinet atau SBY memang sudah tak berdaya lagi mengendalikan menterinya sehingga perlu minta ’’bantuan media’’. Bahkan, SBY juga meminta pertolongan mesin politiknya, Partai Demokrat. Dalam rapimnas Partai Demokrat di Jakarta yang berakhir 9 Februari 2009 lalu, para pimpinan Partai Demokrat me-warning ­sejumlah menterinya yang berlatar belakang parpol agar tetap melaksanakan tugas hingga akhir.


Terbitkan PP

Tak cukup dengan minta bantuan ke media dan mesin politik. SBY juga menerbitkan peraturan pemerintah (PP) No 14 Tahun 2009 untuk melaksanakan kampanye Pemilu Legislatif dan Presiden 2009 pada Kamis (12/2/2009). Dalam melaksanakan kampanye pemilu, pejabat negara itu harus melakukan cuti atau nonaktif.

Dalam PP tersebut ditegaskan, menteri yang maju sebagai calon presiden harus mundur dari kabinet. Untuk kepala daerah, yakni bupati/wakil bupati, walikota/wakil walikota, atau gubernur, mereka akan dinonaktifkan jika menjadi capres. Dalam PP baru, pejabat negara hanya punya waktu cuti kampanye satu hari dalam seminggu di luar hari libur. Pejabat yang akan cuti kampanye mengajukan izin ke Mensesneg, kemudian diteruskan ke KPU. Namun, bagi presiden atau wakil presiden incumbent, tidak ada keharusan mundur atau nonaktif. Incumbent yang maju sebagai capres atau cawapres juga tetap berhak mendapatkan fasilitas keamanan. Kesiapan protokoler juga tetap melekat. PP ini dapat dimaknai bahwa SBY mempunyai itikad baik kepada rakyat dengan mengajak anak buahnya tetap bekerja maksimal hingga masa jabatannya berakhir. Hal ini juga dapat ditafsirkan sebagai upaya menumbuhkan etika penyelenggara negara agar tidak menggunakan fasilitas negara, menggunakan anggaran negara, atau berkampanye pada jam kantor. Tapi di sisi lain, PP ini sangat kental nuansa politik untuk membatasi gerak para menterinya maupun kepala daerah yang maju sebagai caleg maupun capres. Efektifkah cara ini?

Usaha melalui PP untuk mendisiplinkan para menteri ini tidak akan efektif. Sebab, Kabinet Indonesia Bersatu saat ini sedang krisis keteladanan. Pertama, SBY sendiri Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat yang pasti juga sibuk memikirkan bagaimana mesin politiknya tetap bekerja optimal sehingga bisa mengantarkan dirinya kembali terpilih menjadi presiden. Kedua, SBY juga mengizinkan tiga pembantunya maju menjadi calon anggota legislatif dalam Pemilu 2009 untuk mendulang suara dan memperkuat Partai Demokrat di parlemen. Mereka adalah Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Taufiq Effendi (dapil Kalimantan Selatan), Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Jero Wacik (dapil Bali) dan Menteri Kelautan dan Perikanan Freddy Numberi (dapil Papua). Secara nature, mereka juga akan memperkuat basis massa di daerah pemilihannya masing-masing dan SBY selaku ketua pembina Partai Demokrat ada konflik kepentingan di situ (conflict of interest).


Etika Penyelenggara Negara

Kampanye maupun melakukan aktivitas kepartaian saat jam kerja jelas tidak patut. Bahkan, melakukan kegiatan kepartaian di luar jam kerja sebetulnya juga tidak etis. Sebab, ketika hendak memangku jabatan dulu, mereka bersumpah akan memikirkan nasib rakyat 24 jam. Fokus. Tidak ’’selingkuh’’ hati dan pikiran. Tapi, realitasnya, mereka justru ramai-ramai mengajukan cuti. Sibuk kampanye. Ini berarti pikiran mereka sudah terkorupsi. Belum lagi energi juga terkuras, sehingga ketika memasuki hari kerja, tinggal lelahnya saja.

Selama menjadi pejabat negara, secara otomatis seharusnya lepas dari urusan partai politik, termasuk pula melepaskan diri sebagai anggota, pengurus, badan pemenangan pemilu, dan terlebih lagi ketua atau pembina parpol. Presiden dan Wakil Presiden juga tidak boleh mengurusi partai, sekalipun itu di luar jam kerja. Bagaimana kerja bisa maksimal jika pikirannya tidak fokus mengurusi rakyat. Mestinya, tanpa kampanye terbuka sekalipun, pemerintah dengan caranya sendiri, sudah melakukan kampanye. Kampanye dengan bukti nyata berupa prestasi selama memimpin. Kampanye berupa tindakan nyata inilah yang tampaknya kurang dipahami. Padahal, jika kinerjanya baik, masyarakat tentu simpatik dan akan memilihnya kembali. Sebaliknya, mereka yang duduk di kabinet tapi sibuk berpolitik, masyarakat pasti juga bisa menilai.

Menteri apalagi presiden dan wakil presiden, mestinya bukan kepanjangan partai lagi, tapi sudah menjadi milik rakyat. Ini juga harus berlaku bagi penyelenggara negara lainnya meliputi pejabat negara (baik yang menjalankan fungsi eksekutif, legislatif, yudikatif, maupun auditif), pimpinan dan pegawai Bank Indonesia, pegawai negeri, pimpinan dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, pejabat dan pegawai pada komisi, badan atau lembaga negara lainnya. Permasalahannya memang terletak di paket UU bidang politik yang tidak melarang itu. Karena itu, perlu ada revisi agar ketika seorang menjadi menteri, presiden atau wakil presiden, maka dia bukan perpanjangan tangan partai lagi. Keanggotaan partai secara otomatis nonaktif. Revisi harus dilakukan misalnya terhadap UU No 31 Tahun 2002 tentang partai politik, UU No 10 Tahun 2008 tentang Pemilu, dan UU No 23 tahun 2003 tentang Pemilu Presiden dan Wakil Presiden, serta memasukkan larangan penyelenggara negara menjadi anggota dan pengurus parpol ini ke dalam RUU Etika Penyelenggara Negara. Ini dilakukan semata-mata demi stabilitas pemerintahan agar negara kita menjadi stabil dan dapat membangun untuk keadilan dan kesejahteraan rakyat. Secara etika politik, partai politik yang memanfaatkan kadernya di kabinet untuk mendulang suara dengan target tertentu di pemilihan legislatif maupun presiden juga tidak etis, sebab hal ini dapat menganggu tugas yang diamanahkan rakyat. Tidak patut pula presiden, wakil presiden, dan menteri yang tidak fokus karena memenuhi tuntutan partai politik. Semoga mereka masih memegang teguh etika.
(*)

ARIYANTO, alumnus S-2 Ilmu Filsafat UI, Depok
Share this article :

0 komentar:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Proudly powered by Blogger
Copyright © 2011. Catatan Pinggiran - All Rights Reserved
Template Design by Creating Website Published by Mas Template