Headlines News :
Home » » Dinamika Politik DPD di Ruang tanpa Desain

Dinamika Politik DPD di Ruang tanpa Desain

Written By Unknown on Selasa, 23 Maret 2010 | 18.35

Oleh ARIYANTO

Artikulasi Politik Anggota DPD Kian Bertaji

JAKARTA-Hampir semua elemen dan banyak elite politik mengakui bahwa lembaga Dewan Perwakilan Daerah (DPD) memang terbangun tanpa desain. Istilahnya beragam. Ada soft bicameral, ’’ciri khas Indonesia’’, dan sebagainya. Namun, itu tidak terlalu jelas dalam dokumentasi politik apa konsensus atau istilah-istilah tersebut dikedepankan. Sedikit lebih jelas pada Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No 10/PUU-VI/2008 pada 1 Juli 2008 pada bagian pertimbangan.
Pada 1956, kondisi seperti ini juga pernah dirasakan. Yaitu, ketika desain politik negara dibangun tanpa studi mendalam dirasakan banyak persoalan dalam pelaksanaannya. Ini ada di dalam buku Menjongsong Lahirnja Undang-Undang Dasar Baru dengan Konstitusi Tudjuh Negara Sebagai Bahan Perbandingan. (Baharoeddin, Z: 1957).
Barangkali, inilah yang menjadi salah satu alasan mendorong Dekrit Presiden 5 Juli 1959. Analogi ini tidak sesuai pada konteks substansi, tapi sesuai pada konteks perilaku, semangat, dan kegigihan usaha untuk membangun desain politik negara paling bermartabat dan bermanfaat bagi Indonesia.
Ketua DPD RI periode 2009–2014 Irman Gusman mengatakan, ketika lembaga DPD dibangun pada 2001–2003, rencana rincinya atau desain implementasi operasional artikulasi politiknya, tidak dipertegas dalam norma UU No 22 Tahun 2003 tentang Susunan dan Kedudukan (Susduk). Namun, norma-norma dasarnya tetap diangkat masuk ke UU Susduk mengutip penuh dari UUD 1945 Pasal 22D.
’’Tidak jelas, tidak lengkap, atau tidak rinci tentang hak-hak anggotanya, dan bagaimana aturan main (rule base) dalam artikulasi politik dan sebagainya,’’ terang salah seorang penggagas dan pembentuk cetak biru sistem perpolitikan baru dengan mengubah sistem politik Indonesia dari satu kamar menjadi dua kamar (bikameral) kepada INDOPOS, kemarin.
Menurut pengusaha dan politisi terkemuka ini, pasal yang cukup membantu mendorong DPD berartikulasi di samping interpretasi pasal yang dikutip utuh dari UUD adalah muatan pada Pasal 46 UU 22/2003 dan pada penjelasan Pasal ayat (2) butir b.
’’Semangat yang tinggi dan daya inovasi yang mengemuka dari kombinasi pola pikir, pola sikap, dan pola tindak jajaran Pimpinan DPD sebagai flag-carrier yaitu kombinasi antara birokrasi (yang responsif, kuat, dan berpengalaman), LSM (yang aktif, kritis dan independen), serta pengusaha (yang kreatif, inovatif, entrepreneurs, dan friendly) pada akhirnya menciptakan DPD tampil secara kelembagaan dalam sosok seperti sekarang ini,’’ terang pria kelahiran Padang Panjang, Sumatera Barat, 11 Februari 1962, ini.
Dalam aktualisasi DPD secara kelembagaan DPD melalui jajaran pimpinan sebagai flag carrier, juga melalui ’’tombak operasional’’ alat kelengkapan dan ’’tombak politik’’ yaitu unit Kelompok DPD di MPR. Semacam Fraksi Partai di MPR.
Irman menjelaskan, sosok unit-unit tersebut sesuai tugas konstitusionalnya melakukan langkah-langkah aktualisasinya yang terbagi dalam orientasi berdasarkan beberapa hal.
Pertama, menyelesaikan target dan sasaran dalam Rencana Strategis DPD RI sebagai pijakan dalam menjalankan tugas konstitusional. Kedua, merespons isu dan dinamika politik nasional. Ketiga, respons dan artikulasi aspirasi masyarakat.
Seluruh kegiatan lembaga DPD, papar Irman, dibantu oleh sistem pendukung yaitu Sekretariat Jenderal (Setjen) DPD RI. Semula, Setjen DPD masih menjadi satu dengan Setjen MPR. Namun pada Agustus 2006 terpisah sepenuhnya.
Sementara itu, Sekjen DPD RI DR Ir Siti Nurbaya mengemukakan, kegiatan yang dilakukan Setjen DPD sangat banyak. Hasilnya juga sudah bisa dirasakan.
Pertama, dalam tugas rutin konstitusional DPD telah menghasilkan sebanyak 19 buah RUU yang sesuai UUD harus disampaikan kepada DPR. Satu RUU ditindaklanjuti DPR yaitu RUU tentang Perubahan Ketiga Atas UU No 3 Tahun 1950 tentang Pembentukan DI Yogyakarta. ’’Masih banyak lagi usul RUU dari DPD yang diserap DPR. Di antaranya RUU tentang Pemerintahan Aceh, RUU tentang Pelabuhan, di samping RUU menyangkut pemekaran wilayah yang cukup banyak jumlahnya,’’ terang Siti kepada INDOPOS.
Secara keseluruhan, tambah Siti, ada 83 buah pandangan, pendapat, dan pertimbangan. Selain itu, DPD secara rutin juga menyampaikan kepada DPR tentang hasil pengawasan pelaksanaan UU di daerah yaitu sebanyak 38 laporan untuk ditindaklanjuti. Atas inisiatif DPD, hasil pengawasan juga disampaikan kepada Pemerintah dan telah ditindaklanjuti oleh pemerintah seperti berkaitan dengan asuransi kesehatan bagi komunitas miskin (Askeskin) tentang CPNS guru Bantu dan berkaitan dengan pelaksanaan haji. ’’Masih banyak sederetan persoalan lainnya yang dibahas,’’ tutur Siti.
Selain itu, DPD memberikan pertimbangan berkaitan dengan anggaran (RAPBN) dan tercatat sebanyak 23 kali pertimbangan. ’’Dengan demikian, pada kurun waktu Mei 2005 hingga 2010, telah dihasilkan secara keseluruhan sebanyak 198 dokumen politik berupa Keputusan DPD RI,’’ ungkap mantan Sekjen Departemen Dalam Negeri ini.
Kedua, pada segmen dinamika politik nasional, isu nasional dicermati, digodok, dan direspons oleh DPD. Beberapa isu misalnya terkait kenaikan harga BBM, DPD mengusulkan kepada Presiden dan DPR untuk lebih berorientasi menyelamatkan ekonomi, daya beli masyarakat dan daya saing industri, dengan mencari jalan seperti penerapan pajak progresif, pajak windfall profit, serta format pengembangan kesempatan kerja sejalan dengan kebijakan untuk BLT. ’’Mengenai isu kasus-kasus korupsi, DPD juga telah mendorong Presiden RI untuk segera menyelesaikan RUU Tipikor dan menerbitkan Ampres agar RUU dapat segera diproses di DPR,’’ papar Siti.
Berkaitan dengan isu korupsi, DPD juga telah melakukan penyerapan khusus aspirasi tentang korupsi daerah berdasarkan Nota Kesepahaman DPD dan KPK tanggal 15 Agustus 2006 telah disampaikan kasus-kasus yang sudah diverifikasi (dibantu dukungan tenaga ahli) yang meliputi 5 kasus dari 4 daerah yaitu Bengkulu, Sumut, Papua, dan DIY. Kemudian, 6 kasus dari Banten, Gorontalo, Maluku, dan Jawa Timur.
DPD juga telah menghasilkan dokumen dalam rangka perubahan iklim global yang menjadi isu penting bagi Indonesia selain bagi dunia, yaitu dokumen Catatan Kritis Atas REDD Indonesia; Catatan Kritis Atas Rencana Aksi Nasional Mitigasi dan Adaptasi Perubahan Iklim (RANMAPI); Buku Panduan Perubahan Iklim (berjudul: Apa Dampak Perubahan Iklim Bagi Kita, Bagaimana Perubahan Iklim Bisa Terjadi dan Kamus Istilah Perubahan Iklim).
Isu lainnya termasuk Pilkada Maluku Utara juga ada respons DPD kepada Pemerintah (Mendagri) dengan catatan mekanisme dan kewenangan Mendagri yang sesungguhnya berada dalam ruang administratif daripada ruang politik Pilkada berdasarkan UU No 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilu.
Ketiga, berkaitan dengan aspirasi masyarakat. DPD menghimpun aspirasi baik yang masuk melalui surat atau melalui situs (web) dan melalui kegiatan Anggota DPD RI secara langsung selama di daerah yang dilaporkan pada setiap awal masa sidang. Beberapa contoh aspirasi yang direspons dengan tindak lanjut meliputi masalah Alas Tlogo, masalah Lumpur Lapindo, masalah kelangkaan listrik di Sumut, rencana terpadu pengembangan kawasan Teluk Bone di Sulsel dan Sultra serta agenda Investasi Regional (IRIF) untuk mendorong jaringan investasi daerah dan dorongan ciri wirausaha dalam kepemimpinan daerah melalui agenda penghargaan untuk spirit Perdagangan, Pariwisata dan Investasi Daerah (Regional Trade, Tourism and Investment Award atau RTTI Award).
Keempat, segmen keempat merupakan segmen yang relatif berat dan berdurasi sangat panjang. ’’Bahkan, mungkin masih harus dilanjutkan pada periode 2009-2014. Yaitu, berkaitan dengan Amandemen (Kelima) UUD 1945,’’ tandas Siti.
Langkah lainnya, lanjut Siti, adalah judicial review atas UU 10 Tahun 2008. Sesuai posisinya sebagai lembaga politik, DPD memiliki agenda-agenda politik berjangka panjang (bisa jadi bergerak dari satu ke periode berikutnya) dan berjangka pendek (tahunan) sesuai dinamika politik nasional.
Dalam rangka amandemen, tukas Siti, setelah menunda pengajuan resmi usul amandemen ke MPR pada Agustus 2007 lalu, maka berdasarkan saran dari para pimpinan partai politik (dan fraksi di MPR) dilakukan pendalaman sistem ketatanegaraan, tata pemerintahan, dan pranata hukum secara komprehensif. ’’DPD RI telah menghasilkan dokumen Materi Komprehensif Usulan Perubahan UUD yang disusun Anggota DPD RI bersama para ahli hukum tata negara didukung lebih dari 200 orang expert (berdasarkan keilmuan, pengalaman, temuan, konsistensi, otoritas lembaga dan lain-lain) dan dari hasil safari ke berbagai perguruan tinggi di daerah yang berlangsung sejak Januari 2007 hingga Mei 2008.
Dokumen usulan Amandemen UUD telah disampaikan kepada Presiden, pimpinan parpol. Belum termasuk beberapa OPP yang baru diumumkan KPU. Dikemukakan pula kepada perguruan tinggi, Pemda, DPRD, dan tokoh-tokoh masyarakat di seluruh daerah. Selain itu, dalam kegiatan judicial review, konsep yang dikedepankan lebih merupakan semangat konsistensi DPD untuk menjaga ciri konstitusionalnya, jadi jauh dari tudingan bahwa DPD haus kekuasaan.
’’Karena itu, berdasarkan sidang paripurna 2 Juli 2008 terhadap substansi dan proses formal UU No 10 Tahun 2008 akan terus didalami dengan orientasi akademik sebagai bekal untuk menyusun desain politik negara ke depan,’’ kata Siti.
Begitulah dinamika politik dalam lembaga DPD RI berkembang. Menjadi tugas Setjen untuk bisa mengikuti irama politik dan melakukan corridorizing secara sistematis dalam rambu-rambu. Rambu-rambu utamanya ialah dalam aktivitas politik DPD didasarkan pada hukum konstitusi dan prosedur berpemerintahan dan rambu administrasi dan aspek legal yang harus benar dan tepat (correct).
Ruang dinamika politik DPD ke depan tentu saja harus semakin jelas dan firm. Kenyataan memang menunjukkan bahwa masih sangat beragam tingkat efektivitas aktualisasi anggota DPD dan sebagian besar dukungannya merupakan yurisdiksi politik anggota masing-masing dan berada di luar jangkauan koridor Setjen sebagai sistem pendukung.
Ke depan, kualitas artikulasi politik anggota DPD harus terus ditingkatkan dan desain ruang (politik) DPD juga harus semakin jelas. (*)

INDOPOS, 24 Maret 2010
Share this article :

0 komentar:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Proudly powered by Blogger
Copyright © 2011. Catatan Pinggiran - All Rights Reserved
Template Design by Creating Website Published by Mas Template