Headlines News :
Home » » Boediono Berani, Prabowo Berkeringat

Boediono Berani, Prabowo Berkeringat

Written By Unknown on Kamis, 02 Juli 2009 | 18.24

Debat cawapres seri dua di Hotel Bidakara, Jl Gatot Subroto, tadi malam makin seru. Isu yang dilontarkan makin tajam. Tiga kandidat cawapres, Prabowo Subianto, Boediono dan Wiranto juga makin cekatan melahap tema-tema yang dilontarkan moderator Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Fahmi Idris.
Prabowo terlihat paling bergairah melontarkan gagasan-gagasannya. Apalagi ada Capresnya, Megawati Soekarnoputri, yang menjadi suporter setianya. Kalimat-kalimatnya juga lebih tegas. Tidak banyak ’’e’’ dalam penggalan antarkata satu dengan lainnya. Intonasi suaranya juga lebih terstruktur. Tidak meloncat-loncat seperti penampilan perdana, pekan lalu.
Begitu semangatnya, mantan Pangkostrad itu berkali-kali harus mengusap keringat dan minum air putih dingin. Handuk kecil putih pun menjadi properti paling sering dipakainya. Peci hitam yang menghiasi penampilannya acap dilepas dari kepala, untuk sekadar mengeringkan dahi dan wajahnya. Nervous atau terlalu berapi-apikah dia?
Kelihatan sekali, Prabowo adalah orang lapangan tulen. Bukan tipe orang yang nyaman berdebat live di TV. Dari sekian banyak wawancara di televisi, putra begawan ekonomi Soemitro Djojohadikusumo itu memang selalu berkeringat. Apalagi saat berkampanye di lapangan terbuka atau forum-forum yang dihadiri banyak orang.
Kontras dengan Boediono yang cool, kalem, tidak meledak-ledak dan selalu menghindari kesan arogan. Mantan Gubernur Bank Indonesia ini konsisten dengan gaya berdebatnya yang santun. Style dosen-nya sangat dominan. Gaya-gaya seperti inilah yang bagi sebagian orang Jawa, dianggap mentes, berisi, tidak brangasan, sopan, dan baik.
Di balik performance yang low profile itu, Boediono cukup berani mengkritisi Prabowo. Dia menilai gagasan-gagasan Prabowo lebih sebagai menjual impian semata. ’’Prabowo tawarkan impian, bahwa uang ratusan triliun datang dalam waktu 1-2 tahun,’’ ujar Boediono berani.
Statemen itu tergolong cukup menohok, dan tidak terduga. Sama seperti saat awal kampanye, Boediono menyerang capres Jusuf Kalla (JK) dengan kata-kata, ’’Sebaiknya pejabat negara bukan pengusaha!’’ JK pun menjawab di berbagai tempat kampanye, dengan mengusung isu, pengusaha itu sunnah nabi. Nabi Muhammad juga seorang pengusaha? Menolak capres pengusaha, sama dengan mengingakari sunah nabi.
Berada di kubu incumbent, memang membuat Boediono harus ekstra hati-hati dalam mengemas isu. Termasuk menjawab lontaran-lontaran Prabowo yang sangat agresif. Menurutnya, pemerintah harus memilih kebijakan yang konkret dan realistis. Pemerintah juga menaikkan kemampuan membiayai anggaran dari dalam negeri, serta membatasi pengeluaran.
Soal pendidikan, Prabowo juga menyerang dengan nada tinggi. Terutama soal pembiayaan pendidikan yang dianggap terlalu normatif. ’’Boediono terlalu normative! Seperti jawaban akademis, jawaban sekolah aja,’’ kata Prabowo yang membuat audience tidak kuat menahan rasa ingin bertepuk tangan.
Dua kali, Prabowo membuat move yang membuat audience harus menabrak aturan yang dibuat moderator. Satu lagi saat dia mengkritik kinerja pemerintahan SBY. ’’Ada yang lebih urgen jika berbicara perbaikan kualitas hidup, perbaikan kesehatan, pendidikan dan likungan hidup. Kita harus mengembalikan kekayaan nasional yang bocor tiap tahun. Kita kembalikan kekuatan ekonomi atas beban hutang dan sumber daya kita,’’ ucap Prabowo sambil mengacung-acungkan jarinya.
AC yang ada di ruangan itu seolah tidak mempan. Suasana makin panas. Sampai-sampai moderator meminta cooling down. ’’Wah suasana mulai mencekam, mari kita semua rileks. Penonton jangan bertepuk tangan sebelum pembicara selesai,’’ ingat Fahmi. Prabowo pun menyambut, ’’Saya tidak minta kok mereka untuk tepuki saya.’’
Prabowo pun makin leluasa menyerang, seperti dalam kampanye-kampanye terbukanya. Soal guru di Bojongkoneng yang gajinya Rp 150 ribu. Soal sekolah gratis yang tidak gratis. Soal jaminan social, angka kemiskinan menurut Bank Dunia, soal demografi menurut UI, dll.
Justru penampilan Wiranto yang tadi malam kelihatan tidak agresif dan datar-datar saja. Hanya intonasi saat menyabut ’’Indo.. nesia’’ yang selalu khas. Wiranto seperti tidak mendapat umpan bagus untuk menembak. Tidak memperoleh amunisi untuk menyerang. Akhirnya, hanya mencari tema-tema yang pas dengan tagline JK-Win, yang lebih cepat lebih baik.
Yang cukup menyita perhatian adalah soal rokok. Ketiga cawapres seperti satu suara, bahwa industri rokok harus dibatasi. ’’Saya sepakat inisiasi pembatasan industri rokok. Namun demikian, kebijakan ini membutuhkan pedalaman sebelum suatu saat akan diundangkan,’’ kata Wiranto.
Prabowo agak beda, karena sehari sebelumnya dia bertemu dengan petani tembakau Srintil di Temanggung, Jawa Tengah. Dia lebih menitikberatkan pada nasib petani tembakau yang bakal tersingkir jika pembatasan industri rokok itu diterapkan. ’’Karena itu, jutaan petani harus diganti penghidupannya?’’ ujarnya.
Prabowo mengakui dirinya kerap memberikan peringatan kepada petani tembakau untuk berpikir dan mencari bidang penghidupan lain, di tengah tren dunia untuk membatasi industri rokok. ’’Saya sudah warning, ini tren dunia. Anda harus alihkan di pertanian produktif lain,’’ katanya.
Sementera Boediono mengatakan, dirinya dan SBY sudah pasti pro pembatasan industri rokok, terlebih mereka berdua juga bukan perokok. ’’Namun pembatasan industri rokok harus dilakukan secara bertahap, tidak bisa setahun dua tahun,’’ papar Boediono.
Seperti diketahui, tahun 2008, cukai rokok yang disetorkan kepada negara Rp 45 Triliun. Diperkirakan akan meningkat Rp 49 Triliun, tahun 2009 (belum termasuk PPN dan PPh). Pemasukan devisa negara dari eksport kretek telah menembus angka 118 juta US$.
Petani tembakau bisa jadi objek kampanye yang strategis. Area tembakau di negeri ini ada 232.000 Ha, yang berbagi di 11 provinsi dan 88 kabupaten. Di pasar dunia tembakau bahan baku cerutu, Indonesia terbesar dengan 34%. Lalu Equador 22%, sisanya Brazil 7.1%, USA 4,8%, Cameron 2,8% dan Mexico 1,4%. Sisanya, 27% hilang dari pasaran. Potret ini menunjukan betapa kuatnya posisi Indonesia di pasar tembakau dunia.
Lebih dari 22 juta orang yang bergantung hidupnya secara langsung, dari tingkat on-farm (budidaya tembakau) hingga off-farm (Olahan dan Trading). Tembakau dan industri hasil ikutannya, rokok, telah berkontribusi besar terhadap ekonomi nasional. Industri tembakau dari hulu, usaha tani, sampai hilirnya, industri hasil tembakau atau rokok, menyerap Tenaga Terlibat Langsung (TTL) sebesar 6.100.000 orang. Itu dari pertanaman tembakau dan pemeliharannya, cengkeh, IHT, industri terkait lainnya sampai distribusi dan retail. Jika TTL diasumsi menghidupi 4 orang, berarti sekitar 24.400.000 orang yang bergantung hidup dari sector ini. Jika dijumlahkan dengan penyerapan Tenaga Tidak Terlibat Langsung (TTTL) terdapat sekitar 30,5 juta orang yang hidup dan bergantung pada industri tembakau.(*)

INDOPOS, 1 Juli 2009
Share this article :

1 komentar:

  1. commend 189 luar biasa dahsyat artikel anda sangat bermanfaat bagi saya. dan jangan lupa berkunjung ke situs saya.

    BalasHapus

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Proudly powered by Blogger
Copyright © 2011. Catatan Pinggiran - All Rights Reserved
Template Design by Creating Website Published by Mas Template