Headlines News :
Home » » Di Balik Perpanjangan Pensiun Anwar dan Darmin

Di Balik Perpanjangan Pensiun Anwar dan Darmin

Written By Unknown on Selasa, 30 Desember 2008 | 19.50

Oleh Ariyanto

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memutuskan memperpanjang batas usia pensiun dua pejabat di Departemen Keuangan (Depkeu) pada Kamis (20 November 2008). Mereka adalah Direktur Jenderal Pajak Darmin Nasution dan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Anwar Suprijadi. Keduanya diperpanjang lewat Keppres Nomor 127/M Tahun 2008 yang didasarkan pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 65/2008 tentang Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil (PNS). Dikabarkan, terbitnya PP No 65/2008 itu merupakan inisiatif Menkeu Sri Mulyani Indrawati agar bisa memperpanjang usia pensiun anak buahnya.
Kepala Biro Humas Depkeu Samsuar Said menyatakan, perpanjangan batas usia pensiun kedua pejabat itu didasari sejumlah pertimbangan. Yakni, memiliki keahlian dan pengalaman yang dibutuhkan organisasi, berkinerja baik, bermoral dan berintegritas baik, serta sehat jasmani dan rohani.
Perpanjangan usia pensiun Darmin dan Anwar dilakukan selama setahun, dihitung sejak 1 Januari 2009. Sebelum PP No 65/2008 terbit dan Keppres perpanjangan pensiun ditandatangani, seharusnya keduanya pensiun pada 31 Desember 2008.
PP No 65/2008 merupakan perubahan kedua atas PP No 32/1979 tentang Pemberhentian PNS. PP ini diundangkan di Jakarta pada 9 Oktober 2008. Dalam PP No 65/2008 disebutkan, batas usia pensiun bagi pejabat struktural eselon I tertentu bisa diperpanjang sampai usia 62 tahun.

Mempertahankan Rezim

Memperpanjang usia pensiun Dirjen Perpajakan dan Dirjen Bea dan Cukai di satu sisi memang positif. Sebab, di usia pemerintahan yang tinggal setahun–itu pun sudah tidak efektif karena sibuk menyiapkan pemilu legislatif dan pemilihan presiden–menteri keuangan tidak perlu beradaptasi lagi dengan anak buah. Menkeu juga tak perlu repot-repot menyiapkan siapa penggantinya. Apalagi Menkeu yang merangkap sebagai menteri koordinator perekonomian tengah disibukkan mengenai bagaimana mengatasi dampak krisis finansial global. Keuntungan lainnya, sang Dirjen juga tetap bisa ’’tancap gas’’ mengejar target masing-masing, tak perlu harus mempelajari tugasnya apa.
Namun, di sisi lain, keluarnya PP perpanjangan usia pensiun menjelang pemilu 2009 bisa dimaknai secara politis bahwa kebijakan itu hanya untuk mempertahankan rezim. Perpanjangan satu tahun Dirjen Perpajakan dan Dirjen Bea dan Cukai tak lebih dari upaya untuk menjaga ’’kestabilan’’ roda pemerintahan belaka, khususnya di Depkeu.

Ganggu Regenerasi

Beberapa pejabat eselon satu dan dua yang dimintai tanggapan menyesalkan keluarnya PP ini karena dapat mengganggu regenerasi. Ini wajar karena kesempatan ke jenjang karir lebih tinggi menjadi tertunda. Pejabat eselon dua yang sudah ’’berkemas-kemas’’ ingin menduduki kursi eselon satu menjadi molor.
Jika perpanjangan batas usia pensiun didasari sejumlah pertimbangan seperti memiliki keahlian dan pengalaman yang dibutuhkan organisasi, berkinerja baik, bermoral dan berintegritas baik, serta sehat jasmani dan rohani, pertanyaannya kemudian apakah pejabat lainnya tidak ada? Apa benar di tingkat eselon dua tidak ada yang layak untuk menggantikan? Tidak berkinerja baik? Tidak bermoral dan berintegritas bagus? Bukankah mereka sudah mendapatkan remunerasi yang bagus dibandingkan institusi pemerintah lainnya sehingga tidak ada alasan untuk melakukan praktik kolusi, korupsi, dan nepotisme (KKN)?
Jika berbagai keunggulan tadi tidak ada di pejabat eselon satu atau dua yang lain, maka berarti sistem kaderisasi, khususnya di Depkeu, sangat buruk. Baik pola rekrutmen, pembinaan, maupun promosi dan tunjangan. Tapi penulis yakin orang-orang yang relatif mempunyai kinerja bagus dan memiliki integritas seperti Anwar Suprijadi dan Darmin Nasution masih banyak. Hanya saja, maukah pemerintah menjaga sistem kepegawaian yang sudah ada?
Memperpanjang usia pensiun mereka hanya akan merusak sistem, menambah masalah kepegawaian, dan rawan untuk dimanipulasi karena kriterianya tidak jelas. PP perpanjangan pensiun juga dikhawatirkan membawa efek domino bagi pejabat-pejabat di daerah. Bagaimana kalau Sekretaris Daerah Provinsi (Sekdaprov) yang merupakan satu-satunya pejabat eselon satu di daerah dan merupakan sentra resources, baik di sektor keuangan, kepegawaian, kebijakan, dan jaringan juga turut meminta perpanjangan usia pensiun? Atau, usia pensiun yang sudah diperpanjang menjadi 62 tahun minta diperpanjang lagi misalnya menjadi 70 tahun seperti keinginan para Hakim Agung? Seperti diketahui, usia pensiun PNS awalnya hanya sampai 56 tahun. Lalu, bisa diperpanjang hingga 58 tahun. Kemudian muncul peraturan baru yang bisa molor hingga 60 tahun. Kini, setelah keluar PP No. 65/ 2008, bisa diperpanjang sampai 62 tahun.
Jika ini yang terjadi, maka tidak saja dikhawatirkan bisa terjadi politisasi birokrasi, namun juga membahayakan mesin birokrasi karena diisi orang-orang tua. Mesin birokrasi yang mestinya sudah diremajakan, dibiarkan aus. Padahal, birokrasi yang merupakan operator negara mempunyai tugas sangat berat dan diharapkan mampu mengatasi berbagai persoalan yang ada.
PP perpanjangan usia pensiun terkesan menghambat upaya reformasi birokrasi yang saat ini selalu digemborkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan telah menjadikan Departemen Keuangan sebagai pilot project reformasi birokrasi.
Namun karena PP ini sudah telanjur keluar, maka penerapannya harus benar-benar objektif. Jangan sampai hal itu menjadi politisasi birokrasi, apalagi menjelang pemilihan umum 2009. Tapi, idealnya, PP ini harus direvisi kalau ingin menjalankan cita-cita luhur reformasi birokrasi di Tanah Air. (*)
Share this article :

0 komentar:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Proudly powered by Blogger
Copyright © 2011. Catatan Pinggiran - All Rights Reserved
Template Design by Creating Website Published by Mas Template