Headlines News :
Home » » Serap Aspirasi tanpa Tunggu Reses

Serap Aspirasi tanpa Tunggu Reses

Written By Unknown on Kamis, 08 April 2010 | 18.21

Oleh
ARIYANTO


Kantor Perwakilan DPD di Daerah
Dibangun Serentak untuk Dukung Kinerja

JAKARTA-Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) terus memantapkan kinerja. Untuk mendukung kinerja anggota DPD di daerah, kantor perwakilan segera dibangun secara serentak di tiap-tiap provinsi. Kantor perwakilan ini akan menjadi tempat untuk menampung aspirasi konstituen. Para anggota DPD juga akan mendapatkan alokasi staf guna mendukung kegiatan.
Ketua Badan Urusan Rumah Tangga (BURT) DPD, Bahar Ngitung, berharap tidak ada salah persepsi terkait diadakannya kantor perwakilan DPD di daerah. Sebab, ini bukan untuk menjauhkan anggota DPD di pusat. Keberadaan kantor wilayah, menurut Bahar, harus dimaknai sebagai upaya anggota DPD untuk mendekatkan diri kepada konstituen. ’’Jadi jangan ada persepsi yang salah dengan adanya kantor perwakilan DPD di daerah, sehingga persepsinya nanti anggota DPD akan hanya berkantor di daerah,’’ ujar anggota DPD asal Sulawesi Selatan ini.
Lebih lanjut Bahar mengatakan, keberadaan anggota DPD di daerah jauh lebih efektif dibandingkan jika berada di pusat. Untuk itu, nanti ada mekanisme kerja yang akan diatur lebih jauh dengan dibantu oleh sejumlah staf perwakilan yang akan dipersiapkan untuk operasionalnya. ’’Selama ini untuk menyerap aspirasi daerah harus menunggu reses ataupun kunjungan dari para stake holder daerah. Ini justru kurang efektif,’’ katanya. Bahar menepis akan ada tumpang tindih kerja antara DPD di daerah dan DPRD. Sebab, kedua lembaga ini memiliki tugas dan fungsi masing-masing yang diatur dalam undang-undang.
Di dalam UU No 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD Pasal 227 ayat 4 disebutkan bahwa anggota DPD dalam menjalankan tugasnya berdomisili di daerah pemilihannya dan mempunyai kantor di ibu kota provinsi daerah pemilihannya.
Sedangkan di Pasal 224 ayat 2 dinyatakan bahwa dalam menjalankan tugas pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e, anggota DPD dapat melakukan rapat dengan pemerintah daerah, DPRD, dan unsur masyarakat di daerah pemilihannya.
Amanat UU ini dimaksudkan untuk memudahkan penyerapan aspirasi daerah dan mengembangkan artikulasi politik daerah bersama-sama pemerintah daerah. Selain itu, DPD juga dapat membangun kesepahaman antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Dengan amanat tersebut, Bahar mengatakan bahwa mau tak mau setiap warga negara wajib melaksanakan UU sesuai konstitusi yang ada. Mengenai anggaran, Bahar mengatakan bahwa masalah ini akan dibahas kembali dengan DPR dan pemerintah. Sebab, sesuai UU, dana pembentukan kantor beserta sarana penunjangnya harus dibebankan pada APBN. Untuk alokasi lahan, Bahar menyambut positif dukungan dari pemerintah daerah yang bersedia memberikan hibah. ’’Secara umum persiapan pembangunan kantor wilayah ini sudah berjalan 80 persen,’’ katanya. Untuk mendukung hal ini, DPD juga telah melakukan berbagai simulasi dalam menyusun interaksi anggota DPD dengan pemerintah daerah dan para stake holder di daerah. Tak ketinggalan DPD juga mempersiapkan sumber daya manusia (SDM) yang diperlukan sebagai sarana penunjangnya sesuai protokoler yang sudah ditetapkan.
Hal senada disampaikan oleh Dani Anwar. Anggota DPD asal DKI Jakarta ini memberikan dukungan penuh atas adanya kantor perwakilan DPD di daerah tersebut. ’’Keberadaan anggota DPD di daerah ini sangat penting untuk mengonsultasikan dan mengoordinasikan kepentingan daerah. Tak hanya itu. Peran anggota DPD juga sangat penting artinya untuk menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI),’’ ujar Dani.
Karena itu, lanjut Dani, dirinya menyambut baik dukungan dari pemerintah provinsi DKI Jakarta yang sudah memberikan fasilitas pendukungnya yang representatif. Soal pro dan kontra yang muncul bahkan dari anggota DPD sendiri, menurut dia, itu akibat kurangnya pemahaman, sehingga sudut pandang serta persepsinya menjadi kurang tepat.
Untuk mekanisme kerja pun, dikatakan Dani, DPD dan DPRD tidak akan saling tumpang tindih. ’’DPD tugasnya memperjuangkan aspirasi daerah untuk dibawa ke pusat berbeda dengan DPRD yang lingkupnya hanya di daerah tersebut,’’ katanya. Untuk itu, secara yuridis, amanat UU atas keberadaan kantor perwakilan daerah ini harus dilaksanakan dan didukung oleh semua elemen di daerah.
’’Sejauh ini sudah banyak pemerintah daerah yang memberikan dukungan positif, meskipun masih ada 1-2 pemerintah di daerah yang masih belum memberikan dukungannya karena pertimbangan dan situasi lokal. Bisa juga mungkin karena kurangnya pemahaman aturan hukum yang berlaku,’’ katanya. (*)

DPD Tetap Konsisten
terhadap Konstituen

Kiprah DPD RI memang tak sepopuler DPR. Tapi DPD tetap konsisten terhadap konstituen daerah pemilihan dengan melakukan kunjungan kerja ke berbagai daerah. Dalam masa sidang kedua, Komite II DPD RI melakukan kunjungan kerja ke Maluku, Bali, dan Sumatera Selatan. Komite II DPD berharap kunjungan kerja tersebut dapat memperoleh aspirasi, masukan ataupun permasalahan berkaitan dengan implementasi undang-undang tertentu.
’’Rombongan DPD RI ke Bali bertujuan mengawasi pelaksanaan UU No 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan, UU No 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara, serta UU No 38 Tahun 2004 tentang Jalan,’’ kata Ketua Komite II DPD RI Bambang Susilo kepada INDOPOS belum lama ini.
Lebih jauh Bambang berpesan agar pemerintah daerah jangan menjaga jarak dengan jajaran DPD RI. Sebab, jajaran DPD merupakan lambang perjuangan daerah. ’’DPD berusaha memperjuangkan aspirasi daerah kepada pemerintah pusat, karena sejahteranya daerah sejahteranya Indonesia,’’ ujar dia.
Agenda yang menjadi sorotan dalam pertemuan tersebut di antaranya masalah kemacetan dan ketersediaan listrik di Bali. Jika masalah kemacetan lalu lintas tidak segera dicarikan solusi, dikhawatirkan bisa berdampak negatif terhadap perkembangan pariwisata di Pulau Dewata tersebut. Demikian pula ketersediaan listrik sangat terbatas, sehingga permasalahan itu perlu ditanggulangi secara tuntas agar tidak mengganggu sektor pariwisata.
Seperti diketahui, kemacetan di ruas jalan di Bali semakin parah. Ruas jalan sempit, sementara pertumbuhan kendaraan cukup tinggi. Untuk melebarkan dan membangun jalan baru, Bali terkendala anggaran. Ini mengingat mahalnya harga tanah di Bali. Selain itu ada gagasan membangun jalan layang di sejumlah titik kemacetan. Wacana pembangunan jalan layang sejatinya sudah bergulir sejak lama, namun masih menjadi pro-kontra di kalangan masyarakat. ’’Saya berharap ide pembangunan jalan layang segera terealisasi di sejumlah titik guna mengatasi kemacetan,’’ harap Bambang.
Berbagai daerah juga mengalami hal sama yakni krisis listrik. Apalagi daerah seperti Papua, Riau, Sumatera Selatan, Sulawesi Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, dan Nusa Tenggara Barat (NTB). Berbekal kekayaan sumber daya alamnya, seharusnya masyarakat di daerah bersangkutan tak lagi mengalami krisis listrik. ’’Padahal, tenaga listrik merupakan infrastruktur yang berperan penting mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan menunjang pembangunan di segala bidang,’’ ujar anggota DPD asal Kalimantan Timur ini. Selanjutnya, Komite II DPD meminta kepada Pemerintah agar memiliki program Bantuan Langsung Tunai (BLT) di bidang kelistrikan yang dapat dirasakan secara langsung oleh masyarakat. Selain itu, Komite II DPD juga meminta keseriusan pemerintah (PLN) untuk merealisasikan pembangunan pembangkit listrik yang dikelola swasta.
DPD juga merekomendasikan beberapa usulan dari berbagai daerah yang kemudian akan diteruskan ke pemerintah pusat. Pertama, memaksimalkan penggunaan material berupa aspal buton untuk pembangunan infrastruktur jalan. ’’Kalau aspal buton ini dimaksimalkan penggunaannya serta disusun peraturan pemerintah yang jelas dan tegas, berarti menghemat dan menumbuhkan perekonomian kerakyatan yang merata di daerah penghasil,’’ cetus Bambang. Sekarang, kata Bambang, aspal buton kalah bersaing dengan aspal curah yang sebagian bahannya masih impor.
Kedua, masalah kontrak karya. Dalam kontrak karya antara pemerintah, kontraktor dan daerah penghasil tambang, maka daerah penghasil tambang selalu mendapat bagian lebih kecil. Di samping daerah penghasil tambang menanggung akibat dari dampak lingkungan, masyarakat di sekitarnya kurang mendapat perhatian. Selama ini yang berhak mengeluarkan izin adalah pemerintah pusat (PKP2B). Untuk itu, DPD melalui Komite II mengusulkan pemerintah pusat untuk meninjau kembali kontrak karya dengan perincian daerah penghasil tambang mendapat porsi lebih besar. (*)


INDOPOS, 9 April 2010
Share this article :

0 komentar:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Proudly powered by Blogger
Copyright © 2011. Catatan Pinggiran - All Rights Reserved
Template Design by Creating Website Published by Mas Template