Headlines News :
Home » » Mengukur Kinerja DPD di Bidang Pengawasan Pemerintah

Mengukur Kinerja DPD di Bidang Pengawasan Pemerintah

Written By Unknown on Selasa, 13 Juli 2010 | 16.30

Oleh
ARIYANTO


Fungsi Pengawasan Wujud Aspirasi Daerah

Salah satu yang harus diemban Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) adalah menjalankan fungsi pengawasan. Bagaimana hasil pengawasan terhadap pemerintah selama ini?
Kedudukan DPD sebagai sebuah lembaga negara tercantum dalam Pasal 22C dan 22D UUD 1945. Fungsi, tugas, dan wewenangnya ditegaskan dalam Pasal 223 dan 224 UU No 27/2009 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD. Yaitu, dapat mengajukan Rancangan Undang-Undang (RUU) kepada DPR, ikut membahas RUU tertentu, dan dapat melakukan pengawasan atas pelaksanaan undang-undang tertentu.
’’Terkait tugas konstitusional itu, DPD telah menentukan program-program kerja dan target capaian yang dialokasikan dalam empat masa sidang melalui masing-masing Komite sebagai alat kelengkapan. DPD punya Komite I sampai Komite IV. Detailnya bisa ditanyakan ke mereka,’’ terang Ketua DPD RI H Irman Gusman SE MBA kepada INDOPOS kemarin (29/6). Bagaimana fungsi pengawasan yang dijalankan keempat komite tersebut?
Ketua Komite I DPD Prof DR Farouk Muhammad mengatakan, dalam konteks melakukan fungsi pengawasan terhadap pelaksanaan beberapa undang-undang, salah satu yang disepakati adalah memfokuskan perhatian pada penyelenggaraan pemilihan umum kepala daerah (Pemilukada) langsung. ’’Saat ini, pemilukada langsung masih bagian dari UU No 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah (UU Pemda) dan berhubungan dengan UU No 22/2007 tentang Penyelenggara Pemilu,’’ jelas Farouk, kemarin.
Dalam lima tahun terakhir ini, lanjut Farouk, pemilukada memiliki berbagai rentetan persoalan. Karena itu, untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas penyelenggaraan pemilukada yang sedang dan akan berlangsung pada 2010 serta pembentukan RUU pemilukada, DPD menyampaikan sejumlah rekomendasi. Pertama, Panitia pengawas harus memberikan peringatan secara tegas kepada incumbent yang melanggar. Keterlibatan incumbent dalam penyelenggaraan pemilukada perlu dirumuskan secara detail. ’’Misalnya keharusan untuk mundur dari jabatan kepala daerah definitif paling kurang enam (6) bulan sebelum tahapan pemilukada dimulai. Dasar pertimbangannya bahwa tahapan pelaksanaan pemilukada yang diawali dengan pemutakhiran data dan daftar pemilih diterima oleh KPUD paling lambat 180 sebelum Hari Pemungutan Suara,’’ kata dia. (baca grafis).
Selain pemilukada, Komite I juga melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan UU No 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA). ’’Selama ini pengelolaan tanah dan pertanahan di Indonesia belum cukup baik dan bahkan sering menimbulkan gejolak sosial di masyarakat,’’ ujar Farouk.
Salah satu yang harus dilakukan, kata Farouk, pemerintah perlu mengaudit pengelolaan tanah secara berkelanjutan. Dengan demikian pengelolaan dan penguasaan tanah, baik dari segi luas maupun waktu, oleh berbagai pihak yang tidak semestinya dapat dihindari. ’’Dalam konteks itu, maka inventarisasi terhadap penguasaan lahan dan identifikasi semua permasalahan yang timbul di lapangan serta sinkronisasi penggunaannya harus dilakukan,’’ tegas dia (rekomendasi lainnya lihat grafis).
Sedangkan Komite II DPD melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan UU No 30/2009 tentang Ketenagalistrikan. Ketua Komite II Ir H Bambang Susilo MM mengatakan, masalah kelistrikan di Indonesia ini sangat banyak. Antara lain, buruknya tata kelola kelistrikan di masa lalu yang berakibat pada tidak terpenuhinya permintaan masyarakat dan industri. ’’Hingga kini masih terjadi krisis listrik dan pemadaman bergilir di sebagian besar wilayah Indonesia. Keadaan ini bertambah buruk dengan masih adanya desa dan daerah terpencil yang belum terelektrifikasi,’’ papar Bambang kepada INDOPOS, kemarin.
Sehubungan seringnya terjadi pemadaman listrik, lanjut Bambang, pemerintah dan pemerintah daerah bersama PT. PLN harus lebih maksimal dalam memanfaatkan energi-energi non-BBM yang sudah tersedia dalam jumlah besar di Indonesia.
Komite II juga melakukan pengawasan terhadap UU No 4/2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Sebab, kekayaan mineral dan batubara ini punya peran penting dalam memenuhi hajat hidup orang banyak. ’’Karena itu, mineral dan batubara perlu pengelolaan baik yang memberi sumbangsih signifikan bagi perekonomian nasional dalam usaha mencapai kemakmuran dan kesejahteraan rakyat Indonesia secara berkeadilan. Komite II punya banyak rekomendasi terkait ini,’’ tutur Bambang (lihat grafis).

Cabut Segala Peraturan Pelaksanaan UN
Bagaimana pengawasan yang dilakukan Komite III DPD? Ketua Komite III DPD DR Sulistiyo MPd mengatakan, pihaknya telah melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan UU No 13/2008 tentang Penyelenggaraaan Ibadah Haji berkaitan dengan penyelenggaraan ibadah haji Tahun 2009/1430 H. ’’Pengawasan ini dilakukan tidak semata-mata wujud pelaksanaan tugas konstitusional DPD, melainkan juga memenuhi aspirasi masyarakat daerah,’’ ungkap dia.
Berdasarkan data yang diperoleh di lapangan, Tim Pengawas prapelaksanaan dan pelaksanaan ibadah Haji DPD tahun 2009 telah mengeluarkan sejumlah rekomendasi. Di antaranya menetapkan standardisasi tiap jenis pelayanan dalam penyelenggaraan ibadah haji yang meliputi pembinaan calon jemaah, transportasi udara, transportasi darat (bus), pemondokan, konsumsi/jasa boga, pelayanan kesehatan, dan keamanan. (lihat grafis).
Komite III juga melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan UU No 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Ini berkenaan dengan pelaksanaan ujian nasional tahun ajaran 2009-2010. Dari hasil pengawasan, DPD menyimpulkan bahwa pelaksanaan UN 2010 bertentangan dengan UU No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, khususnya Pasal 57 dan Pasal 58. ’’Karena itu, segala peraturan pelaksanaan berkenaan dengan UN harus dicabut. Ujian nasional juga telah melanggar prinsip pedagogis, psikologis, dan sosiologis serta pemborosan keuangan negara sehingga menimbulkan berbagai dampak buruk bagi pembangunan sumber daya manusia yang cerdas dan berkarakter kuat.,’’ pungkas DR Sulistiyo MPd.

Bentuk Komite Pengawas Pajak
Ketua Komite IV DPD Tonny Tesar megatakan, komite yang dipimpinnya telah melakukan pengawasan atas pelaksanaan undang-undang. Di antaranya mengenai UU tentang pajak dan UU Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Pengawasan atas pelaksanaan UU perpajakan meliputi aspek kesadaran pajak di kalangan masyarakat di daerah, kualitas pelayanan pajak oleh aparat perpajakan, optimalisasi pemanfaatan dan penggalian potensi pajak, serta kendala yang dihadapi di daerah dalam pelaksanaan undang-undang perpajakan.
Yang sering terjadi adalah perselisihan antara pembayar pajak dan pemungut pajak. Ini dapat menimbulkan berbagai masalah, terutama bagi pembayar pajak yang kedudukannya dilemahkan oleh pemungut pajak yang arogan. ’’Menteri Keuangan harus segera membentuk komite pengawas perpajakan yang profesional dan bermutu. Di samping itu, komisi sejenis untuk daerah agar segera dibuat,’’ tegas Tonny.
Komite IV juga mengawasi pelaksanaan UU No 15/2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan. DPD telah menerima hasil pemeriksaan Semester I Tahun 2009 dari BPK dalam suatu Sidang Paripurna DPD RI. ’’Sesuai Pasal 21 ayat (1) Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 menyatakan bahwa lembaga perwakilan menindaklanjuti hasil pemeriksaan BPK dengan melakukan pembahasan sesuai dengan kewenangannya,’’ kata Tonny (hasil rekomendasi baca grafis). (*)

Pelaksanaan Fungsi Pengawasan DPD

Rekomendasi Komite I:
A. Soal Pemilukada
1. Panwas harus memberikan peringatan (warning) secara tegas kepada incumbent yang melakukan pelanggaran.
2. Mengatur birokrasi agar tidak mudah terkooptasi oleh incumbent.
3. Kesiapan berbagai pihak untuk menyelenggarakan Pemilukada.
4. Pemerintah Daerah, KPUD dan Aparat Keamanan Harus Mengantisipasi Konflik Pemilukada.
5. KPUD Harus Memastikan Ketersediaan dan Keaslian Formulir C-I.
6. Memastikan setiap orang yang mendapatkan hak pilih untuk menggunakan haknya dalam pemilukada. Setiap Pihak Harus Memastikan Daftar Pemilih Tetap.
7. Pelaksanaan dan/atau penegakan hukum pemilukada secara tegas.
8. Pihak yang berotoritas untuk menentukan sehat jasmani-rohani perlu diperjelas dan kesehatan rohani perlu dibuat barometernya secara tegas di dalam peraturan perundang-undangan.
9. Pemeritah Pusat perlu memberikan perhatian khusus dan serius terhadap pelaksanaan pemilukada Kabupaten Bengkulu Selatan.
10. Setiap pihak harus memutuskan daftar pemilih tetap.

B. Soal UU Pokok-Pokok Agraria (UU PA)

1. Audit (stock-taking) Pengelolaan Tanah.
2. Menciptakan/Memperbaiki Standar Prosedur Pelayanan Sertifikasi Tanah.
3. Penghargaan (Reward) dan Sanksi (Punishment).
4. Keterlibatan Masyarakat Sekitar dalam Pengusahaan Sumberdaya Agraria Berskala Besar.
5. Batasan Luas Tanah/Lahan Pertanian dan Luasan Ekonomis Berkaitan dengan Pemanfaatan Tanah di setiap Wilayah/Daerah.
6. Pembatasan Luas Maksium Penguasaan Tanah.
7. Masyarakat Hukum Adat Harus Ditetapkan sebagai Subyek Hukum.
8. Sistem Data Base Penggunaan dan Pemanfaatan Ruang.
9. Penataan dan Harmonisasi Peraturan Perundang-Undangan.
10. Merevisi Peraturan Pemerintah No 11/2010 tentang Penertiban dan Pendayagunaan Tanah Telantar.
11. Merevisi UU No 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria.

Rekomendasi Komite II (Energi dan Minerba)

A. Bidang Energi:

1. Perlu kesamaan visi semua pemangku kebijakan sehingga UU No 30/2009 tentang Ketenagalistrikan dapat dijadikan sebagai payung hukum bersama bagi persoalan pengelolaan ketenagalistrikan di Indonesia.
2. Sehubungan seringnya terjadi pemadaman listrik, pemerintah dan pemerintah daerah bersama PT. PLN harus lebih maksimal dalam memanfaatkan energi-energi non BBM yang sudah tersedia dalam jumlah besar di Indonesia.
3. Dalam hal permasalahan seputar kapasitas kelembagaan dan personil dari instansi PLN, BUMD dan Badan Usaha Swasta lainnya, maka diperlukan agenda khusus dan rencana strategis untuk semakin meningkatkan kualitas dan kuantitas pelatihan, pendidikan kemahiran dan keahlian.
4. Terkait prinsip otonomi daerah pada UU Ketanagalistrikan, pada pelaksanaannya harus memberikan keleluasaan kepada pemerintah daerah untuk memenuhi kebutuhan listrik agar mampu mendukung pertumbuhan ekonomi dan permintaan listrik di daerah masing-masing.
5. Menghapus subsidi listrik diganti dengan Bantuan Tunai Tidak Langsung terhadap pengguna listrik rumah tangga tidak mampu.
6. Pemerintah segera memberlakukan kebijakan ganti rugi terkait dengan ketentuan dalam Pasal 29 ayat (1) huruf e UU Nomor 30 tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan.
7. Mendorong Pemerintah agar segera menerbitkan Peraturan Pemerintah dengan perspektif kepentingan nasional sesuai dengan yang diamanatkan dalam UU Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan.
B. Bidang Minerba:
1. UU No. 4/2009 tentang Minerba mengamanahkan 20 peraturan pemerintah (PP) sebagai aturan pelaksana. Sampai saat ini hanya ada 4 PP yang diterbitkan pemerintah. Karena itu, DPD RI mendesak pemerintah segera menerbitkan PP yang dimaksud dan mendorong harmonisasi aturan-aturan pelaksana yang berkaitan dengan minerba.
2. DPD RI memandang perlu transparansi dalam pelaksanaan perundang-undangan yang digunakan terkait dengan dana bagi hasil yang bersumber dari sumber daya alam atas royalti sesuai pasal 129 UU No. 4 tahun 2009 tentang Minerba dan pasal 17 UU No. 33 tahun 2004 tentang perimbangan keuangan pemerintah pusat dan daerah
3. Perlunya revisi pada aturan peralihan pasal 169 (a) dan (b) UU No. 4 tahun 2009 tentang Minerba untuk memberi ruang dilakukannya revisi KK atau renegosiasi perjajian KK.
4. Dalam hal kegiatan eksploitasi pertambangan, DPD RI mendesak pemegang ijin usaha pertambangan termasuk ijin pertambangan khusus untuk memperhatikan secara serius kewajiban paska tambang.
5. DPD RI mendesak pemerintah untuk meningkatkan fungsi pengawasan dan mengaudit perusahaaan pertambangan agar lebih transparan dan akuntabel.
6. Pemerintah perlu menjamin terlaksananya divestasi saham bagi pemegang IUP dan IUPK sesuai pasal 112 (1) UU No. 4 tahun 2009 tentang Minerba.
7. Pemerintah segera melakukan evaluasi terhadap lokasi pertambangan yang belum dieksploitasi dan atau masa berlaku izinnya telah kedaluarsa agar melakukan pelelangan ulang atas konsesi lahan yang dimaksud.
8. DPD RI mendorong pemerintah supaya memperhitungkan royalti dalam hal windfall profit (keuntungan yang diperoleh dari fluktuasi harga).
9. Revisi UU No.4 tahun 2009 tentang pertambangan, mineral dan batubara harus menjamin kepastian hukum dan iklim berinvestasi.

Rekomendasi Komite III:
Bidang Haji:
A. Aspek Perencanaan
Perlu melibatkan DPD RI dan masyarakat profesional dalam perancangan dan pembahasan BPIH guna menciptakan transparansi, akuntabilitas, dan kecermatan dalam menyusun rancangan BPIH.
B. Aspek pendaftaran
Pemerintah Indonesia perlu mengupayakan on-line system.
C. Aspek Pembinaan
Mmelibatkan instansi dan lembaga terkait lain dalam pembinaan dini calon jemaah haji yang dikoordinasikan oleh Departemen Agama dengan model dan modul yang terstandardisasi.
D. Aspek pelayanan Kesehatan
Mengoptimalkan pemeriksaan kesehatan calon jemaah haji untuk memastikan kondisi terbaik kesehatan jemaah.

E. Aspek Akomodasi
Perlu adanya perbaikan dalam sistem penyewaan pemondokan dengan kontrak penyewaan jangka panjang (longterm contract), sehingga diperoleh lokasi pemondokan yang dekat, baik dan memenuhi syarat.

Bidang UN
Dari hasil pengawasan sebagaimana diuraikan di atas, DPD RI menyimpulkan dan menyampaikan rekomendasi sebagai berikut.
A. Simpulan
(a). mencabut pasal-pasal dalam PP No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan yang bertentangan dengan UU Sisdiknas yang berkenaan dengan penilaian hasil belajar oleh Pemerintah;
(b). menyiapkan sistem evaluasi yang benar menurut kaidah pendidikan yang sesuai dengan UU Sisdiknas, baik untuk kepentingan pemetaan mutu pendidikan maupun kepentingan evaluasi akhir peserta didik;
(c). membangun kembali suasana belajar dan proses pembelajaran yang membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa sebagaimana amanat Pasal 31 UUD 1945 dan Pasal 3 UU Sisdiknas;
(d). menyampaikan hasil pemetaan pendidikan dan tindak lanjutnya kepada lembaga perwakilan sebagai bentuk pertanggungjawaban kepada rakyat.

Rekomendasi Komite IV:
1. Mengingat hasil pemeriksaan BPK semester I tahun 2009 masih mengungkapkan banyaknya kelemahan dalam pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara/daerah, DPR hendaknya memanfaatkan secara optimal hasil pemeriksaan tersebut dalam rangka melaksanakan fungsi pengawasannya.
2. DPR mendesak pemerintah untuk:
a. segera menindaklanjuti semua rekomendasi BPK berkaitan dengan hasil pemeriksaannya, baik pemeriksaan keuangan, pemeriksaan kinerja, dan pemeriksaan dengan tujuan tertentu;
b. secara optimal memberdayakan aparat pengawasan intern pemerintah untuk melakukan review atas LKPP/LKKL/LKPD sebelum diperiksa oleh BPK. Hal itu dimaksudkan agar kualitas penyajian LKPP/LKKL/LKPD menjadi lebih baik sehingga opini BPK juga akan semakin meningkat;
c. terus melakukan inventarisasi aset-aset tetap dan aset lainnya untuk kemudian direvaluasi dengan akurat dan dipastikan keberadaannya agar neraca yang disajikan dalam LKPP/LKKL/LKPD mencerminkan keadaan yang sebenarnya; dan
d. memberi sanksi sesuai dengan ketentuan bagi para pejabat yang lalai dalam melaksanakan tugas, segera menetapkan prosedur dan kebijakan yang tepat, serta meningkatkan pembinaan terhadap SDM, baik di kementerian/lembaga maupun di daerah.
3. Sesuai dengan kewenangan yang dimilikinya, DPR terus memantau proses hukum oleh instansi-instansi penegak hukum terhadap temuan-temuan BPK yang berindikasi tindak pidana.
4. Bertolak dari kenyataan masih rendahnya pelaksanaan tindak lanjut atas hasil pemeriksaan BPK RI, diharapkan DPR RI dapat mendorong pemerintah untuk menerbitkan peraturan pemerintah tentang mekanisme tindak lanjut yang di dalamnya juga mengatur mekanisme kerja antara BPK RI dan penegak hukum berkaitan dengan penerapan Pasal 26 ayat (2) Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004.
5. Salah satu penyebab pemberian opini disclaimer terhadap LKPP selama ini adalah karena BPK dibatasi dalam melakukan audit atas penerimaan pajak sehingga BPK tidak dapat memastikan kebenaran realisasi penerimaan pajak yang merupakan salah satu komponen APBN. Karena itu, pembatasan kewenangan BPK dalam melakukan audit atas penerimaan pajak perlu ditinjau kembali.

INDOPOS, 30 Juni 2010
Share this article :

0 komentar:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Proudly powered by Blogger
Copyright © 2011. Catatan Pinggiran - All Rights Reserved
Template Design by Creating Website Published by Mas Template